B. Latar Belakang
Sebelum terjadinya luapan lumpur lapindo Sidoarjo Surabaya,
ekosistem serta infrastruktur di Sidoarjo sangat baik, dimana kegiatan
perekonomian berjalan lancar. Lingkungan hidup disekitar masyarakat sidoarjo
tertata sesuai dengan ketentuan Undang Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Kesejahteraan
perekonomian sangat baik walaupun berjalan sangat lambat, akan tetapi swasembada pangan terutama dibidang agrobisnis
di sekitar wilayah sidoarjo.
Seiring dengan terjadinya Bencana ekologis nasional lumpur panas
yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur dimulai pada tanggal 28
Mei 2006. yang menutupi sekitar 250 hektar tanah, termasuk tujuh desa, sawah,
perkebunan
tebu, dan saluran-saluran irigasi, serta telah mengganggu jalur transportasi.
Prakiraan volume semburan Lumpur antara + 50.000 - 120.000 m3/hari
saat gas beracun dan lumpur panas menyembur di dekat sumur pengeboran
milik kegiatan pengeboran PT Lapindo Brantas, Inc. yang
hingga penelitian ini dilaksanakan masih belum dapat dihentikan.
tebu, dan saluran-saluran irigasi, serta telah mengganggu jalur transportasi.
Prakiraan volume semburan Lumpur antara + 50.000 - 120.000 m3/hari
saat gas beracun dan lumpur panas menyembur di dekat sumur pengeboran
milik kegiatan pengeboran PT Lapindo Brantas, Inc. yang
hingga penelitian ini dilaksanakan masih belum dapat dihentikan.
Tujuan Pembahasan
Mengetahui tentang dampak lumpur lapindo di berbagai aspek. dan mendapatkan informasi yang lengkap.
Pembahasan
Lumpur lapindo sebagai penyebab pencemaran lingkungan tanah.
Mengetahui tentang dampak lumpur lapindo di berbagai aspek. dan mendapatkan informasi yang lengkap.
Pembahasan
Lumpur lapindo sebagai penyebab pencemaran lingkungan tanah.
A. Pengertian Lingkungan Hidup
Pengertian Lingkungan
hidup menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan dan mahkluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lain, dengan disertai pengelolaan lingkungan hidup
sebagai upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Perlu dilakukannya pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup sebagai upaya dasar dan
terencana, yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya kedalam proses
pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi
masa kini dan generasi masa depan. Oleh karenanya harus tersedianya sumber
daya global yang merupakan sebagai unsur lingkungan hidup yang
terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam baik hayati maupun non
hayati dan sumber daya buatan.
Dan untuk melakukan
pencegahan terhadap pencemaran tersebut haruslah melihat kepada hal baku mutu
lingkungan hidup, yang merupakan sebagai tolok ukur batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada/atau unsur pencemaran
yang tenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup. Dimana pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi atau komponnen lain kedalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukkannya.
C. Peristiwa Terjadinya Luapan Lumpur Lapindo
Sidoarjo.
Peristiwa luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo Surabaya, Jawa Timur
yang terjadi pada tanggal 28 Mei 2006 kira-kira pukul 22.00, disebabkan
kebocoran gas hidrogen sulfida (H2S) di areal ladang eksplorasi gas Rig TMMJ #
01, di lokasi Banjar Panji perusahaan PT. Lapindo Brantas (Lapindo) di
Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Dimana kebocoran
gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi
sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber
ke lahan warga. Semburan lumpur panas di kabupaten Sidoarjo sampai saat ini
belum juga bisa teratasi. Semburan yang akhirnya membentuk kubangan lumpur
panas ini telah memporak-porandakan sumber-sumber penghidupan warga setempat
dan sekitarnya. Kompas edisi Senin (19/6/06) melaporkan, tak kurang 10 pabrik
harus tutup, dimana 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan
dan ditempati lagi, begitu pula dengan tambak-tambak bandeng, belum lagi jalan
tol Surabaya-Gempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas.
Berdasarkan data yang didapat WALHI Jawa Timur,
Bencana luapan Lumpur lapindo didasari aspek politis, yang
merupakan sebagai legalitas usaha (eksplorasi atau eksploitasi), dimana Lapindo
telah mengantongi izin usaha kontrak bagi hasil/production sharing contract
(PSC) dari Pemerintah sebagai otoritas penguasa kedaulatan atas sumberdaya
alam.Berdasarkan poin tersebut dalam kaitannya pada kasus luapan lumpur panas,
pemerintah Indonesia telah lama menganut sistem ekonomi neoliberal dalam
berbagai kebijakannya, dimana seluruh potensi tambang migas dan sumberdaya alam
(SDA) “dijual” kepada swasta/individu (corporate based). Orientasi profit an
sich yang menjadi paradigma korporasi menjadikan manajemen korporasi buta akan
hal-hal lain yang menyangkut kelestarian lingkungan, peningkatan taraf hidup
rakyat, bahkan hingga bencana ekosistem. Di Jawa Timur saja, tercatat banyak
kasus bencana yang diakibatkan lalainya para korporat penguasa tambang migas,
seperti contoh kasus pada kebocoran sektor migas di kecamatan Suko, Tuban,
milik Devon Canada dan Petrochina (2001); kadar hidro sulfidanya yang cukup
tinggi menyebabkan 26 petani dirawat di rumah sakit. Kemudian kasus tumpahan
minyak mentah (2002) karena eksplorasi Premier Oil.18, yang terakhir tepat 2
bulan setelah tragedi semburan lumpur lapindo Sidoarjo, sumur minyak Sukowati
Desa Campurejo, Kabupaten Bojonegoro terbakar. Akibatnya, ribuan warga sekitar
sumur minyak Sukowati harus dievakuasi untuk menghindari ancaman gas mematikan.
Pihak Petrochina East Java, meniru modus cuci tangan yang dilakukan Lapindo,
mengaku tidak tahu menahu penyebab terjadinya kebakaran. Penjualan aset-aset
bangsa oleh pemerintahnya sendiri tidak terlepas dari persoalan kepemilikan.
Dalam perspektif Kapitalisme dan ekonomi neoliberal seperti di atas, isu
privatisasilah yang mendominasi setiap kasus pada dampak pencemaran
lingkungan hidup.
B. Timbul Dampak
Akibat Pencemaran Luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo.
Akibat Dampak luapan Lumpur Panas, mengakibatkan banyaknya
lingkungan fisik yang rusak, kesehatan warga setempat juga terganggu, yang
menyebabkan infeksi saluran pernapasan dan iritasi kulit, karena lumpur
tersebut juga mengandung bahan karsinogenik jika menumpuk di tubuh dapat
menyebabkan penyakit serius seperti kanker, mengurangi kecerdasan, yang
berdasarkan uji laboratorium terdapat kandungan bahan beracun dan berbahaya
(B3) yang melebihi ambang batas. Dalam sampel lumpur dan dianalisis oleh
laboratorium uji kualitas air terdapatnya fenol berbahaya untuk kesehatan dan
kontak langsung di kulit dapat membuat kulit seperti terbakar dan gatal-gatal
dimana efek sistemik atau efek kronis bisa disebabkan fenol masuk ke tubuh
melalui makanan.
Dalam Kasus Luapan Lumpur Lapindo dapat dianggap sebagai
Kejahatan Korporasi, sesuai dengan Landasan Hukum, dimana pada Bab IX
Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU
No.23/1997), telah diatur sanksi pidana (penjara dan denda) terhadap badan
hukum yang melakukan pencemaran. Selanjutnya, pada pasal 46 UU No.23/1997
dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak pidana, maka sanksinya
dijatuhkan selain terhadap badan hukum, juga terhadap mereka yang memberi
perintah atau yang menjadi pemimpin dalam perbuatan tersebut. Kejahatan
korporasi dalam sistim hukum Indonesia, diatur dalam UU No.23/1997 tentang
Lingkungan Hidup. Begitu juga dari aspek pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),
yang menurut Walhi, bahwa PT Lapindo Brantas Inc. telah merugikan masyarakat
dalam pelbagai segi, misalnya, ekonomi, sosial, dan budaya dan tidak dapat
dibayangkan, dimana ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian, produktivitas
kerja masyarakat menurun, ribuan (bahkan jutaan dimasa yang akan datang) anak
terancam putus sekolah, dan perekonomian Jawa Timur tersendat. Sampai pada saat
sekarang ini, terhadap penegakan hukum atas kasus luapan lumpur Lapindo tak
kunjung jelas, terdapatnya kebijakan politik yang minus etika lebih
dikedepankan ketimbang aspek keadilan masyarakat.
Berdasarkan pengamatan WALHI, dari pelbagai aspek yang mesti
menjadi tanggung jawab PT Lapindo Brantas Inc./PT Energi Mega Persada
mencakup aspek pelanggaran hak asasi manusia (HAM), hukum, politik, perdata dan
pidana., sangat lambannya penyelesaian kasus lumpur Lapindo, dimana WALHI akan
mengupayakan suatu tindakan public inquiry, yang merupakan upaya yang akan
ditempuh oleh masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat, untuk meminta
pertanggung jawaban PT Lapindo Brantas In dengan menugaskan Jaksa Agung dapat
ditunjuk sebagai pengacara negara untuk menuntut PT Lapindo Brantas Inc.
terkait dengan kejahatan lingkungan dan pelanggaran multi-dimensi akibat lumpur
panas, yang disebabkan kebocoran Gas yang beracun. Ada beberapa pendapatmengenai
penyebab bocornya gas yang disertai meluapnya lumpur Lapindo yang telah
dijelaskan tersebut diatas.
Hasil uji coba unsur kimia
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab) diperoleh kesimpulan ternyata lumpur Sidoarjo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen, Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk untuk bahan organik seperti Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya. Hasil pengujian menunjukkan semua parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.[1]
Hasil pengujian LC50 terhadap larva udang windu (Penaeus monodon) maupun organisme akuatik lainnya (Daphnia carinata) menunjukkan bahwa lumpur tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun bagi biota akuatik. LC50 adalah pengujian konsentrasi bahan pencemar yang dapat menyebabkan 50 persen hewan uji mati. Hasil pengujian membuktikan lumpur tersebut memiliki nilai LC50 antara 56.623,93 sampai 70.631,75 ppm Suspended Particulate Phase (SPP) terhadap larva udang windu dan di atas 1.000.000 ppm SPP terhadap Daphnia carinata. Sementara berdasarkan standar EDP-BPPKA Pertamina, lumpur dikatakan beracun bila nilai LC50-nya sama atau kurang dari 30.000 mg/L SPP.
Di beberapa negara, pengujian semacam ini memang diperlukan untuk membuang lumpur bekas pengeboran (used drilling mud) ke dalam laut. Jika nilai LC50 lebih besar dari 30.000 Mg/L SPP, lumpur dapat dibuang ke perairan.
Namun Simpulan dari Wahana Lingkungan Hidup menunjukkan hasil berbeda, dari hasil penelitian Walhi dinyatakan bahwa secara umum pada area luberan lumpur dan sungai Porong telah tercemar oleh logam kadmium (Cd) dantimbal (Pb) yang cukup berbahaya bagi manusia apalagi kadarnya jauh di atas ambang batas. Dan perlu sangat diwaspadai bahwa ternyata lumpur Lapindo dan sedimen Sungai Porong kadar timbal-nya sangat besar yaitu mencapai 146 kali dari ambang batas yang telah ditentukan. (lihat: Logam Berat dan PAH Mengancam Korban Lapindo)
Berdasarkan PP No 41 tahun 1999 dijelaskan bahwa ambang batas PAH yang diizinkan dalam lingkungan adalah 230 µg/m3 atau setara dengan 0,23 µg/m3 atau setara dengan 0,23 µg/kg. Maka dari hasil analisis di atas diketahui bahwa seluruh titik pengambilan sampel lumpur Lapindo mengandung kadar Chrysene di atas ambang batas. Sedangkan untuk Benz(a)anthracene hanya terdeteksi di tiga titik yaitu titik 7,15 dan 20, yang kesemunya di atas ambang batas.
Dengan fakta sedemikian rupa, yaitu kadar PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) dalam lumpur Lapindo yang mencapai 2000 kali di atas ambang batas bahkan ada yang lebih dari itu. Maka bahaya adanya kandungan PAH (Chrysene dan Benz(a)anthracene) tersebut telah mengancam keberadaan manusia dan lingkungan:
· Bioakumulasi dalam jaringan lemak manusia (dan hewan)
· Kulit merah, iritasi, melepuh, dan kanker kulit jika kontak langsung dengan kulit
· Kanker
· Permasalahan reproduksi
· Membahayakan organ tubuh seperti liver, paru-paru, dan kulit
Dampak PAH dalam lumpur Lapindo bagi manusia dan lingkungan mungkin tidak akan terlihat sekarang, melainkan nanti 5-10 tahun kedepan. Dan yang paling berbahaya adalah keberadaan PAH ini akan mengancam kehidupan anak cucu, khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo beserta ancaman terhadap kerusakan lingkungan. Namun sampai Mei 2009 atau tiga tahun dari kejadian awal ternyata belum terdapat adanya korban sakit atau meninggal akibat lumpur tersebut.
DI Bidang Industri
Tim Mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) mengembangkan pembuatan baterai sel kering (dry cell battery) dari bahan baku material lumpur Lapindo di Sidoharjo.
“Tragedi meluapnya lumpur panas di Sidoharjo Jawa Timur tahun 2006, yang sampai sekarang masih aktif itu membuat tumpukan material menggunung. Fenomena keluarnya lumpur dari perut bumi yang tak kunjung berhenti itu sekarang dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat wisata,” kata Aji Christian Bani Adam, Jumat (3/8) di ruang Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, kampus Sekaran.
Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) itu mengemukakan, selama ini material lumpur Lapindo yang menggunung itu hanya dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai batu, genting, dan lukisan.
“Setelah kami teliti ternyata lumpur lapindo memiliki kadar garam sangat tinggi yakni mencapai 40 persen dan juga mengandung berbagai jenis logam,” kata Aji.
“Saya bersama ketiga teman yakni Umarudin dari FMIPA, Oki Prisnawan Dani dari Fakultas Ekonomi dan Yoga Pratama dari Fakultas Ilmu Keolahragaan Unnes kemudian serius melakukan penelitian. Kami sudah melakukan penelitian tujuh bulan lalu dan sekarang masih berlangsung untuk mengembangkan pembuatan baterai kering,” katanya.
Aji juga menuturkan, baterai kering ini diberi nama “LUSI CELL”. LUSI kepanjangan dari Lumpur Sidoharjo karena masyarakat sekitar lokasi di sana kebanyakan menyebutnya lumpur Sidoharjo. Hanya sebagian kecil masyarakat yang menyebut lumpur Lapindo.
Proses pembuatannya, Aji memaparkan, masih dengan cara manual yakni dengan memanfaatkan selongsong baterai bekas yang sudah tidak terpakai kemudian isinya diganti dengan lumpur Lapindo.
“Tentu melalui proses terlebih dahulu, yaitu lumpur Lapindo diektrasi, logam yang terkandung meliputi mangaan, merkuri, dan sebagainya kemudian dicampur dengan bahan-bahan kimia terus dijadikan cel kering,” katanya.
Aji mengatakan, walaupun dikerjakan secara manual untuk menyelesaikan satu buah baterai ukuran 1,5 volt hanya dibutuhkan waktu sekitar 15 menit saja. “Sampai saat ini kami sudah memproduksi 20 buah baterai,” katanya.
Dia menegaskan, baterai ini dijual seharga Rp3.000 per buah, namun jika membeli satu paket berisi empat baterai hanya menghargai tenaga kami sebesar Rp10.000. Setiap pembelian satu paket kami donasikan 1 kg beras kepada korban lumpur Sidoharjo,” katanya sambil berkata ini untuk pengabdian kepada masyarakat.
Aji menambahkan, penelitian tentang LUSI CELL ini meraih juara II pada kompetisi Technopreneurship 2012 yang diselenggarakan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) di Banten beberapa hari yang lalu. Juara I diraih Universitas Indonesia (UI), dan juara III Universitas Gadjah Mada (UGM).
Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Unnes Prof Masrukhi berharap karya-karya mahasiswa seperti ini bisa mengimbas kepada mahasiswa lain khususnya di Unnes. “Mereka harus berkarya dan ikut berprestasi karena sadar bahwa mereka adalah calon-calon masa depan bangsa,” paparnya.
“Saya rasa kalau penemuan ini nanti bisa di kembangkan lebih jauh oleh investor yang peduli, akan sangat bermakna karena lumpur Lapindo itu sangat murah. Dan yang menarik adalah pola pemasarannya yakni setiap orang membeli 1 pak berisi 4 baterai LUSI berarti juga menyumbangkan 1 kg beras. Bisa dibayangkan jika temuan ini laku keras dipasaran maka masyarakat korban Lapindo akan mendapat suplai beras yang begitu lumayan besarnya,” kata Prof Masrukhi.
KESIMPULAN
lumpur lapindo merupakan peristiwa menyemburnya
lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. Semburan lumpur panas
selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman,
pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi
aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Hal ini disebabkan karena bocornya sumur
banjar panji yang mengeluarkan lumpur panas. yang kita sebut lumpur lapindo.
lumpur lapindo juga memiliki beberapa zat unsur kima yag dapat membahayakan
manusia serta mahluk hidup yang ada.Semburan yang hingga sekarang belum
berhenti mestinya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mencari jalan
keluar permasalahan.
referensi :