Katagori

Selasa, 24 Mei 2016

ANALISIS PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI INDONESIA

Pada 30 April 2009 lalu, United States Trade Representative (USTR) mengumumkan daftar Priority Watch List tahun 2009. PWL tersebut ternyata mencantumkan nama Indonesia sebagai salah satu negara yang perlu diawasi secara khusus dalam perlindungan hak cipta, bersama-sama dengan Cina, Rusia, Aljazair, Argentina, Kanada, Cili, India, Israel, Pakistan, Thailand dan Venezuela. Padahal, tahun lalu Indonesia hanya masuk dalam Watch List.

Setiap tahun pada bulan April, USTR membuat daftar (list) negara yang masuk dalam pengawasan terhadap mitra dagangnya di seluruh dunia berkaitan dengan perlindungan dan penegakan hukum HaKI. Ada tiga tingkatan daftar USTR. Level pertama adalah priority foreign country. Negara yang masuk dalam list priority foreign country menunjukkan masalah tingkat pembajakan hak cipta sangat serius, sehingga bisa terkena sanksi perdagangan. Level kedua adalah priority watch list. Negara yang masuk dalam daftar ini menunjukkan tingkat pembajakan hak cipta masih tinggi, sehingga perlu mendapat pengawasan khusus oleh AS. Level ketiga yaitu watch list, meliputi negara-negara yang masih melakukan pelanggaran dan pembajakan hak cipta, tapi relatif lebih ringan dibandingkan dengan priority watch list, sehingga negara yang masuk dalam daftar ini cukup diawasi saja.

Penempatan Indonesia dalam daftar utama pengawasan Amerika Serikat itu sesuai dengan usulan International Intellectual Property Alliance (IIPA) kepada USTR pada akhir Februari, karena IIPA menilai perlindungan dan penegakan hukum berkaitan dengan HaKI di Indonesia masih lemah.
 Secara umum, Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI atau HKI) terbagi dua jenis yaitu Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 ayat 1). Sedangkan Hak Kekayaan Industri meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang, dan Varietas Tanaman.

Di Indonesia, sistem perlindungan merek telah dimulai sejak tahun 1961, sistem perlindungan hak cipta dimulai sejak tahun 1982, sedangkan sistem paten baru dimulai sejak tahun 1991. Sebelum disempurnakan melalui peraturan perundang-undangan yang ditetapkan pada tahun 2001, tahun 1997 telah dilakukan perubahan terhadap ketiga peraturan perundang-undangan tersebut untuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan Persetujuan TRIPS (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Persetujuan TRIPS merupakan kesepakatan internasional yang paling komprehensif, dan merupakan suatu perpaduan dari prinsip-prinsip dasar GATT
(General Agreement on Tariff and Trade), khususnya tentang national treatment dan most-favoured nation dengan ketentuan-ketentuan substantif dari kesepakatan-kesepakatan internasional bidang hak kekayaan intelektual, antara lain Paris Convention for the protection of industrial Property dan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works.

Sejalan dengan perubahan berbagai undang-undang tersebut di atas, Indonesia juga telah meratifikasi 5 konvensi internasional di bidang hak kekayaan intelektual, yaitu :
1)Paris Convention for the Protection of Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization (Keputusan Presiden No. 15 tahun 1997 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979);
2)Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT (Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1997);
3)Trademark Law Treaty (Keputusan Preiden No. 17 Tahun 1997);
4)Berne Convention for the Protection of Literary and Artisctic Works (Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997);
5)WIPO Copyright Treaty (Keputusan Presiden No. 19 Tahun 1997);

Pada saat ini Indonesia telah memiliki perangkat peraturan perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual yang cukup memadai dan tidak bertentangan dengan ketentuan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Persetujuan TRIPS. Peraturan perundang-undangan dimaksud mencakup :
1)Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2)Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman;
3)Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang;
4)Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri;
5)Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
6)Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten (UU Paten); dan
7)Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek;
Selain ketujuh Undang-undang tersebut, juga terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi Untuk Cakram Optik.

Namun, sekalipun sudah terdapat berbagai undang-undang mengenai perlindungan HaKI, hingga tahun 2004 Indonesia masih dipandang sebagai salah satu negara terburuk dalam hal perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Berkali-kali Indonesia gagal keluar dari Priority Watch List. Menurut USTR, penyebabnya adalah tingginya pelanggaran Hak Cipta di Tanah Air yakni pembajakan cakram optik musik, film dan peranti lunak. Khusus di peranti lunak, laporan Business Software Alliance (BSA) menyebutkan tingkat pembajakan software di Indonesia pada 2003 mencapai 88% dengan kerugian potensial sekitar US$157 juta. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara pembajak keempat di dunia dan ketiga di Asia Pasifik. Sejak 1999, negara ini tidak bisa beranjak dari posisi empat besar negara dengan tingkat pembajakan tertinggi.

Berbagai catatan buruk pelanggaran Hak Cipta itu merugikan citra Indonesia dalam aktivitas perdagangan dan investasi dunia. Padahal, keduanya sangat diperlukan untuk mengangkat negara ini dari krisis perekonomian. Status Priority Watch List berdampak psikologis dalam percaturan perdagangan internasional Indonesia walaupun tidak ada dampak secara langsung selama Indonesia tidak masuk Piority Foreign Country.. Bagi Amerika Serikat (AS) dan umumnya negara maju, perlindungan HaKI merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi mitra dagangnya. Jika hal ini diabaikan, AS akan menaikkan status negara mitra menjadi Foreign Priority Watch List dan memberikan sanksi dagang. Sanksi ini pernah diberikan kepada Ukraina dengan membatalkan ekspor negara itu ke AS senilai US$75 juta.

Minimnya perlindungan HaKI tidak hanya mencangam perdagangan dan iklim investasi nasional. Dalam kasus maraknya pembajakan peranti lunak, yang turut dirugikan adalah industri teknologi informasi (TI) nasional. Studi BSA dan IDC pada 2003 menyimpulkan industri TI di Tanah Air berpotensi menyumbangkan pendapatan sekitar US$2,4 miliar hingga 2006 jika mampu menurunkan tingkat pembajakan dari 88% menjadi 78%.

Untuk itu, Pemerintah berupaya keras untuk memperbaiki perlindungan HaKI ini dimulai dengan menggelar infrastruktur hukum. Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan HaKI yang berulangkali disesuaikan dengan standar TRIP (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) dari WTO (World Trade Organization). Terakhir, pemerintah memberlakukan secara efektif UU Hak Cipta (UU No.19/2002) pada pertengahan 2003. Berbagai razia pun digelar di mal-mal yang dikenal sebagai pusat penjualan software bajakan. Ditjen HaKI juga mengirim surat kepada 10.000 konsumen kalangan bisnis untuk mulai menggunakan peranti lunak legal.

Dalam memberantas software bajakan, pemerintah memprioritaskan pada pengguna korporasi. Pemerintah juga menggandeng asosiasi industri seperti Asosiasi Peranti Lunak Telematika Indonesia (Aspiluki) untuk memberikan edukasi dalam mengelola software sebagai aset. Namun tingkat pembajakan masih tinggi sementara konsumen masih dapat membeli dan menggunakan software bajakan dengan mudah. Malah muncul kritik dari masyarakat kepada pemerintah yang diduga kuat sebagai pengguna software bajakan terbesar. Pemerintah pun dituntut memberikan contoh dengan menggunakan peranti lunak legal.

Oleh karena itu, diselenggarakanlah kampanye Indonesia Go Open Source (IGOS) yang bertujuan untuk mengajak para pengusaha menggunakan Free Open Source Software (FOSS), dan memberantas penggunaan produk-produk software bajakan. Upaya ini dimulai dari lingkungan pemerintah sendiri untuk diteladani masyarakat. Bahkan komitmen pemerintah di bidang HaKI ditandai dengan pembentukan Tim nasional penanggulangan pelanggaran Hak atas kekayaan intelektual pada tahun 2006. Timnas HaKI ini beranggotakan 16 pejabat setingkat menteri dan dua Menteri Koordinator, yaitu Menkopolhukam dan Menko Perekonomian.

Berkat kerja keras Pemerintah, pada tahun 2006 Indonesia keluar dari Priority Watch List. Namun tahun 2009 ini, USTR kembali memasukkan Indonesia dalam PWL. Ada tiga kelemahan Indonesia dalam memberikan perlindungan dan penegakan hukum HaKI yang menjadi alasan utama yang dikemukakan USTR dalam rilisannya, yaitu:
1)Kebijakan Optical Disc dinilai tidak efektif (Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi Untuk Cakram Optik)
2)Rendahnya penuntutan terhadap kasus kejahatan di bidang HaKI, termasuk penyelidikan yang berjalan lambat dan sedikitnya jumlah kasus yang diajukan ke pengadilan.
3)Vonis hukuman penjara dan denda yang dijatuhkan oleh pengadilan tidak membuat efek jera

Faktanya, menurut Undang-Undang Hak Cipta (UU No.19/2002), pelanggaran terhadap undang- undang tersebut hanya dijatuhi hukuman pidana maksimal selama 7 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Selain hukuman yang dinilai kurang tegas, vonis pengadilan pun seringkali memicu kontroversi. Contohnya, walau menurut Undang-Undang Hak Cipta, alat produksi kejahatan harus dirampas dan disita oleh negara untuk dimusnahkan, tapi ada putusan pengadilan yang mengembalikan alat-alat produksi tersebut kepada pelaku.

Selain itu, IGOS yang diharapkan mampu mendorong penetrasi OSS yang akhirnya dapat menurunkan tingkat pembajakan dan mengeluarkan Indonesia dari status Priority Watch List, sebenarnya masih berupa deklarasi saja dan hanya bersifat gerakan moral.

Dari perspektif sosial budaya juga perlu dipahami bahwa budaya dan tingkat perekonomian sebagian besar masyarakat Indonesia belum siap untuk menerima sistem hukum HaKI yang kapitalistis. Hal ini juga terjadi di Cina dan Meksiko, yang mana hukum civil law yang mereka anut tidak sepenuhnya dapat beradaptasi dengan mudah dengan sistem hukum HaKI yang cenderung didominasi oleh negara berbasis sistem hukum common law.

Kondisi Indonesia yang sangat heterogen dengan tingkat modernisasi masing-masing golongan masyarakat yang berbeda, tidak memungkinkan penerapan HaKI secara tegas. Ada sebagian masyarakat yang masih terikat pada tradisi, sehingga sangat sulit bagi mereka untuk menerima norma hukum HaKI. Sebaliknya, ada pula sebagian anggota masyarakat yang berjiwa entrepreneur, sehingga menyambut baik kehadiran HaKI. Dan di antara kedua kelompok itu, ada kelompok masyarakat transisi, yang sudah bisa menerima nilai-norma globalisasi tetapi juga masih tidak bisa berpisah dengan kearifan tradisi.

Walaupun demikian, perlu dipahami bahwa HaKI harus dikembangkan untuk kemajuan bangsa Indonesia. Misalnya, dalam konteks pengembangan software, HaKI dapat mendorong produktifitas programmer dan software house Indonesia. Para pengarang, penyanyi, aktor, aktris, dan para pekerja seni yang lain juga membutuhkan HaKI untuk melindungi hasil karya mereka. Selain itu, tidak boleh dilupakan bahwa pembajakan dan penjiplakan juga dapat merugikan para importir dan pemegang lisensi. Sehingga dalam langkah Indonesia ke depan, perjuangan melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual perlu dilakukan atas dasar manfaatnya bagi Indonesia, baik manfaat ekonomi, sosial, maupun politik internasional.

Analisis
Ada dua sebab mengapa perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia masih lemah, yaitu :
1)Eksistensi berbagai Undang-undang perlindungan HaKI belum diiringi dengan pelaksanaan penegakan hukum yang dan aparat penegak hukum yang konsisten dan taat pada peraturan yang berlaku.
2)Budaya dan tingkat perekonomian sebagian besar masyarakat belum siap untuk menerima sistem hukum HKI yang kapitalistis.

 



DAFTAR PUSTAKA

Departemen Perindustrian. 2007. Kebijakan Pemerintah dalam Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual dan Liberalisasi Perdagangan Jasa Profesi di Bidang Hukum.
Lestari, Kurniasih Budi. 2007. Pengertian HAKI. http://ravi-azriel.blogspot.com/2007/05/pengertian-haki.html [diakses pada 06/05/2009]
Oemar, Suwantin. 2009. Berkaca Pada Priority Watch List Soal HaKI. http://web.bisnis.com/artikel/2id2179.html [diakses pada 06/05/2009]
Prastyo, Bryan. 2009. Priority Watch List. http://staff.blog.ui.ac.id/brian.amy/2009/05/04/priority-watch-list/ [diakses pada 06/05/2009]
Sunarmi. 2003. Peranan TRIPS (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual Indonesia. USU Digital Library.
Syarif, Deriz S. 2004. RI Gunakan Open Source Untuk Keluar dari Priority Watch List. http://www.inovasi.lipi.go.id/hki/index.php [diakses pada 06/05/2009]
United States Trade Representative. 2009. Priority Watch List


BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN DI INDONESIA


1. Perusahaan Perseorangan (Sole Proprietorship)
Perusahaan perseorangan adalah suatu jenis usaha yang dijalankan oleh satu orang pemilik dan merupakan suatu jenis usaha yang paling sederhana dan tidak kompleks. Perusahaan perseorangan adalah organisasi perusahaan yang terbanyak jumlahnya dalam setiap peekonomian. Tetapi sumbangannya kepada seluruh produksi nasional tidaklah terlalu besar (jauh lebih kecil dari persoalan perusahaan perseroan terbatas) karena kebanyakan dari usaha tersebut dilakukan secara kecil-kecilan, yaitu modalnya tidak begitu besar dan begitu pula dengan hasil produksi dan penjualannya. Perseorangan berarti suatu usaha yang dijalankan oleh satu orang pemilik yang berarti setiap tindakan yang berhubungan dengan perusahaan tersebut menjadi tindakan yang harus ditanggung jawabkan kepada pemiliknya (dalam arti antara perseorangan dengan pemilik tanggung jawabnya tidak dipisahkan).
+ Kelebihan :
a. Perseorangan tidak dikenakan pajak perusahaan seperti halnya PT atau Partnership (Firma).
b. Dalam melakukan pengelolaan perusahaan, pemilik juga menjadi bagian dari manajemen sehingga pengendalian internal tidak terlalu kompleks dan mudah diawasi oleh pemilik langsung.
c. Biaya yang rendah dalam pengelolaan, karena karyawan yang bekerja di dalam perseorangan adalah si pemilik usaha.
d. Tidak memalui proses administrasi hukum yang terlalu kompleks, biasanya hanya sampai akte notaris, dan surat keterangan domisili dari kelurahan saja. Tidak perlu melalui proses pembuatan SIUP, atau TDP ataupun hingga membutuhkan surat keputusan dari Menkeh dan HAM.
e. Proses pembentukan yang sangat cepat.
f. Apabila dalam bisnis perseorangan terjadi kerugian maka kompensasi kerugian dapat dimasukan dalam perhitungan pajak penghasilan pemilik.
– Kekurangan :
a. Seperti yang saya telah sebutkan di atas, bahwa perseorangan dengan pemilik memiliki tanggung jawab yang sama atas setiap tindakan yang dilakukan oleh perseorangan tersebut. Jadi kalau ada tuntuan hukum maka yang menanggung tuntuan tersebut adalah si pemilik.
b. Karena si pemilik menjadi satu kesatuan dengan perseorangan maka, pemilik diwajibkan memiliki NPWP. dimana apabila ada penghasilan dari perseorangan (perusahaan) maka pajak penghasilan dari penghasilan tersebut di tanggung oleh sipemilik.
2. Perusahaan Perkongsian atau Firma.
Firma (dari bahasa Belanda venootschap onder firma; secara harfiah: perserikatan dagang antara beberapa perusahaan) atau sering juga disebut Fa, adalah sebuah bentuk persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan memakai nama bersama. Pemiliki firma terdiri dari beberapa orang yang bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan. Organisasi perusahaan seperti ini adalah organisasi perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang. Di samping kemungkinan memperoleh modal yang lebih banyak, kebaikan lain dari perusahaan perkongsian adalah tanggung jawab bersama didalam menjalankan perusahaan. Setiap anggota perkongsian mempunyai tugas untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan yang mereka dirikan.
+ Kelebihan :
A. Kemampuan manajemen lebih besar, karena ada pembagian kerja diantara para anggota.
B. Pendiriannya relatif mudah, baik dengan Akta atau tidak memerlukan Akta Pendirian.
C. Kebutuhan modal lebih mudah terpenuhi.
– Kekurangan :
A. Tanggungjawab pemilik tidak terbatas.
B. Kerugian yang disebabkan oleh seorang anggota, harus ditangung bersama anggota lainnya.
C. Kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu.
3. Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu membubarkan perusahaan. Organisasi perusahaan seperti ini adalah organisasi perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang. Di samping kemungkinan memperoleh modal yang lebih banyak, kebaikan lain dari perusahaan perkongsian adalah tanggung jawab bersama didalam menjalankan perusahaan. Setiap anggota perkongsian mempunyai tugas untuk menjalankan dan mengembangkan perusahaan yang mereka dirikan. Perseroan terbatas merupakan badan usaha dan besarnya modal perseroan tercantum dalam anggaran dasar. Kekayaan perusahaan terpisah dari kekayaan pribadi pemilik perusahaan sehingga memiliki harta kekayaan sendiri. Setiap orang dapat memiliki lebih dari satu saham yang menjadi bukti pemilikan perusahaan. Pemilik saham mempunyai tanggung jawab yang terbatas, yaitu sebanyak saham yang dimiliki.
+ Kelebihan :
A. Kelangsungan usaha lebih terjamin karena pengelolaan perusahaan dipilih sesuai kemampuan.
B. Dapat dicapai efisiensi dalam pimpinan perusahaan karena menempatkan orang yang tepat.
C. Modal mudah diperoleh karena saham mudah diperjualbelikan.
D. Pemilik perusahaan memiliki tanggung jawab terbatas.
E. Terjadi pemisahan antara pemilik dan pengelola usaha sehingga terlihat tugas pokok dan fungsi masing-masing.
F. Pemilik perusahaan mudah berganti tanpa membubarkan perusahaan.
– Kekurangan :
Kerumitan perizinan dan organisasi. Untuk mendirikan sebuah PT tidaklah mudah. Selain biayanya yang tidak sedikit, PT juga membutuhkan akta notaris dan izin khusus untuk usaha tertentu. Lalu dengan besarnya perusahaan tersebut, biaya pengorganisasian akan keluar sangat besar. Belum lagi kerumitan dan kendala yang terjadi dalam tingkat personel. Hubungan antar perorangan juga lebih formal dan berkesan kaku.
4. Persekutuan Komanditer
Persekutuan Komanditer (commanditaire vennootschap atau CV) adalah suatu persekutuan yang didirikan oleh seorang atau beberapa orang yang mempercayakan uang atau barang kepada seorang atau beberapa orang yang menjalankan perusahaan dan bertindak sebagai pemimpin. Persekutuan komanditer biasanya didirikan dengan akta dan harus didaftarkan. Namun persekutuan ini bukan merupakan badan hukum (sama dengan firma), sehingga tidak memiliki kekayaan sendiri.
+ Kelebihan :
A. Pendiriannya mudah
B. Bisa memenuhi kebutuhan modal lebih besar dan relatif mudah, yaitu dengan cara menyerahkan sekutu komanditer.
C. Kemampuan untuk memperoleh pinjaman (kredit) lebih mudah.
D. Menginvestasikan dana relatif lebih mudah.
E. Kemampuan manajemen lebih baik.
– kekurangan :
A. Kelangsungan hidup persekutuan komanditer tidak pasti karena hanya mengandalkan pada sekutu komplementer.
B. Untuk persekutuan campuran, yang persero aktifnya lebih dari seorang terjadi kemungkinan perselisihan.
C. Tanggung jawab sekutu tidak sama.
D. Kemungkinan terjadi kecurangan dari sekutu aktif.
E. Kesulitan kembali untuk menarik modal yang telah disetor terutama sekutu komplementer.
5. Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat.Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.
1. Jenis-Jenis BUMN
a. Perusahaan Perseroan (Persero) adalah Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
b. Perusahaan Jawatan (Perjan) adalah Perusahaan Jawatan (perjan) sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal yang berasal dari negara. Besarnya modal Perusahaan Jawatan ditetapkan melalui APBN.
c. Perusahaan Umum(PERUM) adalah suatu perusahaan negara yang bertujuan untuk melayani kepentingan umum,tetapi sekaligus mencari keuntungan.
6. Badan Usaha Milik Daerah
Badan usaha milik daerah adalah suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan peraturan daerah atau perusahaan yang dimiliki Daerah Tingkat II (Kabupaten), dan Daerah Tingkat I (Provinsi). Modalnya berasala dari APBD tingkat II dan I.Sesuai dengan perkembangan otonomi daerah. keuntungan yang diperoleh masuk dalam pendapatan asli daerah, bukan kepala daerah. Tujuan Pendirian BUMD yaitu memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas negara, mengejar dan mencari keuntungan, pemenuhan hajat hidup orang banyak, dan perintis kegiatan-kegiatan usaha serta memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah.
7. Koperasi
Koperasi adalah jenis badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum. Koperasi melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi menurut UUD 1945 pasal 33 ayat 1 merupakan usaha kekeluargaan dengan tujuan mensejahterakan anggotanya.
1. Fungsi dan Peran Koperasi
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa fungsi dan peran koperasi sebagai berikut:
a. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko-gurunya.
d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional, yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
e. Mengembangkan kreativitas dan membangun jiwa berorganisasi bagi para pelajar bangsa.
8. Yayasan
Yayasan (Inggris: foundation) adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Di Indonesia, yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Rapat paripurna DPR pada tanggal 7 September 2004 menyetujui undang-undang ini, dan Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengesahkannya pada tanggal 6 Oktober 2004.
1. Prosedur Pendirian Yayasan adalah Pendirian yayasan dilakukan dengan akta notaris dan mempunyai status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Permohonan pendirian yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan yayasan. Yayasan yang telah memperoleh pengesahan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia



MAJALENGKA PUNYA CERITA

Majalengka merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang terletak di kaki Gunung Ciremai. Maka tidak heran jika kemudian kota ini mendapat julukan sebagai Kota Angin lantaran baik musim hujan maupun kemarau angin selalu berhembus kencang di sana. Kabupaten ini termasuk landlocked alias wilayahnya berada di tengah-tengah dan tidak memiliki pantai. Namun sebagai gantinya ada telaga keren yang tidak semua daerah di Indonesia memilikinya, inilah telaga biru






tempat WISATA yang indah tidak harus keluar negeri  dan tidak harus mengocek pengeluaran yang banyak, Nyatanya perkiraan ini bisa di tuangkan dengan fakta bahwa Indonesia punya banyak tempat wisata salah satunya telaga, bisa kita jumpai di negeri sendiri. Mungkin kamu tidak akan percaya sebelum datang langsung untuk membuktikannya. Inilah Telaga Nila, Majalengka punya!

Bagi traveler yang jago berenang pasti gatal kakinya jika berlama-lama memandangi danau ini. Sayang banget air yang sejernih dan sebiru itu hanya dipandangi saja bukan? Beberapa traveler yang pernah berkunjung ke sana juga menyempatkan diri untuk berenang atau snorkelingan hingga puas. Tapi kamu harus tetap berhati-hati sebab telaga ini belum dibuka untuk pariwisata jadi keamanannya ditanggung sendiri-sendiri.






















Rute menuju Telaga Nila terbilang cukup mudah. Meski letaknya agak di pedalaman namun treknya tidak terlalu sulit untuk dilalui kendaraan bermotor. Patokannya adalah obyek wisata Telaga Herang Sindangwangi. Kedua telaga ini berada satu arah dan Telaga Nila berada di sebelah selatan dari Telaga Herang. Jika tidak cukup yakin, kamu bisa tanya pada warga setempat, mereka akan senang hati mengarahkan kamu

Selasa, 03 Mei 2016

AKUNTANSI INTERNASIONAL TUGAS 4


CONTOH KASUS AKUNTANSI INTERNASIONAL




LETTER OF CREDIT (L/C)
Sumber Hukum Uniform Customs and Practice for Documentary Credits-500 (U.C.P.D.C.-500) 1993 Revision Cara Pembayaran Ekspor-Impor yang paling aman adalah menggunakan Letter of Credit (L/C).
L/C di sini dimaksudkan menjembatani perdagangan internasional atau antar negara dimana pembeli dan penjual belum saling mengenal baik, maka dengan media L/C resiko non payment dapat dialihkan ke bank yang terkait dalam proses L/C (Issuing bank, negotiating bank, conferming bank).
L/C yang merupakan singkatan dari Letter of Credit, kadang disebut juga sebagai Credit khususnya dalam Uniform Customs and Practice (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya dipakai dalam konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung jawab sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan apakah sesuai degan yang tersurat dalam dokumen. Singkat kata petugas bank tidak berurusa dengan barang yang dikapalkan.
L/C merupakan janji bayar dari Bank Pembuka kepada pihak Eksportir sepanjang mampu menyerahkan dokumen yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Bagi para nasabah importir, BCA menyediakan jasa layanan untuk penerbitan berbagai jenis L/C, mulai dari Sight L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C (pembayaran di muka), hingga Standby L/C. Penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22 mata uang asing ke berbagai penjuru dunia di mana Anda bermitra bisnis.
Suatu instrumen (dapat berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh bank (bank penerbit L/C) atas permintaan nasabahnya (importir/ buyer/applicant) yang memberikan kuasa kepada penjual (eksportir/ seller/beneficiary) untuk menarik dengan sehelai wesel/draft sejumlah uang jika telah memenuhi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam instrumen tersebut.

Contoh Kasus:
Bank BNI
A. Profil Singkat Bank BNIBank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan publik ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA dengan total aset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi : Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja
Misi : Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan konsumer
Budaya Perusahaan
1. BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik.
2. BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional.
3. BNI secara terus menerus membina hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha.
4. BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai.
5. BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.

B. Ringkasan Kasus
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila-gilaa besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.
Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
- Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
- Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
- Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
- Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan
2 perusahaan dibawah Petindo Group
- Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
- Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
- Skim : Usance L/C

C. Kronologi :
1. Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
2. Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
3. Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
4. Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
5. Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.
Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses). Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.

D. Definisi-Definisi dalam Transaksi Letter of Credit
Pada umumnya L/C digunakan untuk membiayai penjualan barang/jasa jarak jauh antara eksportir dan importir.
Definisi L/C menurut CFG Sunaryati Hartono : ”Secara harfiah L/C dapat diterjemahkan sebagai Surat Hutang atau Surat Piutang atau Surat Tagihan, tetapi sebenarnya L/C lebih merupakan janji akan dilakukan pembayaran,apabila dan setelah terpenuhi syarat-syarat”
Bank Indonesia memberikan definisi mengenai L/C sbb :
”Letter of Credit adalah janji dari issuing bank untuk membayar sejumlah uang kepada eksportir sepanjang ia dapat memenuhi syarat dan kondisi Letter of Credit tersebut”
Sedangkan menurut Uniform Customs and Practice for Documentary Credit, ICC Publication No. 500 tahun 1993 (UCP 500), definisi L/C adalah : ”Setiap perjanjian, apapun namanya atau maksudnya, dimana suatu bank (Issuing Bank atau bank penerbit) bertindak atas permintaan dan instruksi seorang nasabah (Applicant/pembuka) atau atas namanya sendiri, untuk melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atau kuasanya (orang yang ditunjuk oleh beneficiary/penerima L/C) atau memberikan kuasa kepada bank lain untuk melakukan pembayaran, atau untuk mengaksep dan membayar bill of exchange/wesel, atau memberi kuasa kepada bank lain untuk menegosiasi atas penyerahan dokumen-dokumen yang ditetapkan, asalkan memenuhi persyaratan dan kondisi L/C”

E. Alur Transaksi Letter of Credit
Sebelum lebih jauh membahas mengenai kasus BNI, terlebih dahulu akan diuraikan sistematika alur transaksi dalam L/C sebagai berikut :
Dari gambar tersebut, berikut diuraikan alur L/C, barang dan uang sbb :
1. Eksportir dan Importir menandatangai kontrak jual beli barang.
2. Importir/pemohon/applicant mengajukan aplikasi pembukaan L/C kepada Bank Pembuka
3. Bank Pembuka menerbitkan L/C dan mengirimkannya melalui korespondennya dinegara eksportir (yang yang menerima disebut Bank Penerus/Advising Bank)
4. Bank Penerus meneruskan L/C melalui banknya beneficiary/penerima L/C.
     Banknya beneficiary meneruskan L/C kepada beneficiary
5. Beneficiary menyiapkan barang untuk kemudian mengapalkannya dengan tujuan ke negara importir sesuai kontrak yang disepakati
6. Eksportir kemudian menyerahkan dokumen ekspor, lazimnya terdiri dari Wesel/Bill of Exchange, Bill of Lading, Commercial Invoice, Packing List dan dokumen lain yang dipersyaratkan L/C dan Bank Penegosiasi memeriksa kelengkapan dan kesesuian dokumen dengan L/C dan membayarkan senilai wesel yang diserahkan
7. Bank Penegosiasi mengirimkan dokumen-dokumen yang sudah dinegosiasi kepada Bank Penerbit untuk mendapatkan pembayaran
8. Bank Penerbit membayarkan kepada Bank Penegosiasi
9. Bank Penerbit menyerahkan dokumen tersebut kepada pemohon untuk kemudian pemohon mengambil barang dari pelabuhan. 

F. Solusi
Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun, antara lain berdasarkan pengalaman- pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga.
Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah.
Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit.
Di samping itu, dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).

3. Konsultan Arthur Anderson.
Semua mahfum bahwa Enron tergolong pebisnis yang ”the best”, bahkan Arthur Anderson merupakan ”suhu” GCG yang mengajarkan ilmu ini kepada banyak sekali klien di mancanegara. Dapat kita cermati pula bahwa Enron merupakan perusahaan raksasa ke 7 dalam ukuran nilai pasar tebesar dibidang energi dan perdagangan energi yang listed di NYSE; menguasai bisnis jaringan pipa didaratan Amerika sehingga 34.000 miles. Sebelum kejatuhan, bisnis mereka berkembang pesat. Penjualan Enron pernah menembus US$ 100 Milyar dengan jumlahkaryawan mencapai 20.000. sementara Konsultan Arthur pernah berjaya sebagai the king five konsultan yang sangat ulung, bisnis mereka merambah ke seluruh pelosok dunia. Perusahaan ini bukan konsultan sembarangan. Enron dan Konsultan Arthur Anderson paham betul keutamaan GCG. Logika sederhananya adalah bagaimana mungkin Enron dapat listed di NYSE kalau tidak melaksanakan GCG. Bukankah negeri Paman Sam merupakan negeri yang sangat ketat mewajibkan pelaksanaan GCG? Terlebih lagi bagi perusahaan publik. Keudian bagaimana mungkin konsultan kalau mereka ”pikun” tidak mengerti GCG? Lalu dimana letak kesalahannya? Mengapa kesimpulan banyak kalangan banyak menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan terbaik tersebut lemah didalam meneraptkan GCG?
Sesungguhnya mereka bukan lemah menerapkan GCG. Akan tetapi tidak melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik. Karenanya sangat cocok bila dikatakan bahwa mereka miskin integritas. Lebih tepatnya lagi adalah karena orang-orang yang memegang kunci tampuk kuasa perusahaan kering integritas. Terbukti dari hasil analisis Jill dan Aris Salomon yang menyatakan bahwa penyebab utama kejatuhan Enron berawal dari watak korup para anggota BoD. Selama masa jabatannya orang-orang dalam BoD melakukan berbagai macam kecurangan (Fraudulents) demi kepentingan diri mereka sendiri. Chief Financial Officier dan Cheift Executive Officier Enron menciptakan pos-pos laporan keuangan yang tidak diungkapkan secara transparan, tidak tepat waktu dan tidak akurat. Korupsi dan kolusi dimulai dari pucuk pimpinan. Sehingga tidak ada lagi praktik-praktik kotor yang merambah hingga ke level bawah. BoD Enron memanipulasi pos-pos neraca dan perkiraan laba/rugi dengan mengelembungkan keuntungan perusahaan. Sementara pada waktu yang bersamaan Konsultan Arthur Anderson sebagai eksternal auditor dan konsultan manajemen Enron ”tidak” berhasil melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Menurut Stuart L. Gillian dan John Martin hal ini disebabkan konsultan Arthur Anderson menerima consulting fees yang sangat fantastis. Sehingga bersedia melakukan kompromi terhadap temuan auditnya. Oleh karenanya, mudah dipahami jika putaran roda usaha mereka berubah menjadi binal dan liar seperti tampak dari perilaku mereka yang berbisnis secara hangky-pangky melecehkan GCG, Tidak peduli (dinegara-negara maju) GCG merupakan sebuah imperatif lengkap dengan code of conduct dan segenap perangkatnya. Begitu ironis, masih juga terjadi pelanggaran besar-besaran terhadap GCG. Sehingga Djokosantoso Moeljono sampai pada premis bahwa ada sesuatau yang ’lebih dalam dari GCG’ yang dijabarkan sebagai berikut: (a) Organisasi hidup untuk menkreasikan nilai bagi lingkungannya. Jika organisasi tidak mampu lagi memberikan nilai tersebut, ia akan hilang atau mati, atau pindah dan berganti menjadi organisasi lain ; (b) untuk dapat menkreasikan nilai organisasi perlu dimanajemeni. Artinya organisasi perlu manajemen untuk membuatnya mampu menkreasikan nilai dengan efisien. Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru. (c) jika diperlukan GCG untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Namun, organisasi digerakkan manusia-manusia. GCG berjalan jikan SDM secara internal mempunyai value atau sistem nilai yang mendorong mereka untuk menerima, mendukun dan melaksanakan GCG. Sisem nilai yang ada pada individu-individu tumbuh didalam perusahaan dan digunakan sebagai sistem perekat yang dikenal sebagai corporate culture. Dengan demikian good corporate culture merupakan inti dari GCG dimana GCG berperan untuk memastikan atau menjamin bahwa manajemem dilaksanakan dengan baik. Manajemen yang baik akan mengembangkan organisasi. Untuk mencapai keberhasilan organisasi, diperlukan rumusan akan tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan sebenarnya digerakkan oleh value dari korporasi, baik dalam bentuk muatan maupun cara.
Jadi kesimpulannya adalah ’sesuatu yang lebih dalam lagi’ itu tidak lain integritas insan-insan perusahaan yang terlahir dari ”rahim’ good corporate culture. Contoh kasus yang terjadi pada bisnis perbankan dan perdagangan internasional berikut membuktikan argumen ini valid. Saul Daniel Rumeser menyatakan bahwa ada sederet resiko yang mengancam eksportir, importir maupun bank yang berbisnis disektor perdagangan internasional dengan memanfaatkan medium letter of credit (LC). Semua resiko tersebut dapat diimitigasi –setidaknya bisa diemilir- kecuali melibatkan orang dalam di suatu bank atau perusahaan maka bablas semua. Fraud niscaya terjadi, secanggih apapun GCG yang dibangun. Kasus L/C Bank BNI yang ramai digunjingkan beberapa waktu lalu merupakan contoh nyata. Padahal –sebagaimana diungkapkan Remy Sjahdeini- sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C Bank BNI sudah baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun. Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup apabila budaya kerja SDM bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik. Bank tetap bobol.