Katagori

Jumat, 29 April 2016

TUGAS 3 AKUNTANSI INTERNASIONAL

PSAK No 1 tahun 2015
Penyajian Laporan Keuangan
Merupakan suatu Stndar Akuntansi keuangan No.1 tahun 2015 mengenai penyajian laporan keuangan . Laporan keuangan adalah alat saji yang yang terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.
Catatan informasi keuangan suatu perusahaan barang/jasa pada suatu priode akuntansi dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja suatu perusahaan.

Adapun tujuan dari PSAK no.1 adalah penetapan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan untuk stujuan umum( general purpose finansial statmen) yang kemudian disebut”Laporan Keuangan” agar dapat membandingkan, baik dengan dengan laporan keuangan perusahaan priode sebelumnya maupun dengan laoran keuangan perusahaan yang berbeda.
Tolak ukur serta pengungkapan transaksi dan perestiwa tertentu diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi terkait. Pernyaaan ini mengatur :
        a)         Pesaratan bagi penyajian laporan keuangan
b      b)     Struktur laporan keuangan
c      c)        Persaratan minimum
d      d)      Isi laporan keuangan
Adapun yang terdapat di dalam laporan keuangan antara lain yaitu, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
Dalam laoran keuangan harus dicantumkan nama perusahaan, cakupan, laporan keuangan , mata uang pelaporan, satuan angka yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan.
1.      Laporan laba rugi merupakan
laporan mengenai pendapatan beban dan laba atu rugi suatu perusahaan dalam suatu pruode tertentu.
2.      Laporan perubahan modal merupakan penyajian Perubahaan modal karena penambahan dan pengurangan dari laba/rugi dan transaksi pemilik.
3.      Neraca (balance sheet atau statment of financial position)
4.      Neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan dari suatu perusahaan yang meliputi aktiva, kewajiban dan ekuitas pada suatu saat tertentu.
5.      Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement)
6.      Laporan Arus Kas
7.      adalah laporan yang menggambarkan penerimaan dan pengeluaran kas selama satu periode tertentu. Laporan Arus Kas akan dibahas dalam bab tersendiri.
Penyajian laporan keuangan mensyaratkan pertimbangan dan estimasi pada setiap transaksi. Penjelasan mengenai penggunaan kebijakan. Penjela

Kamis, 14 April 2016

Sekilas Tentang Perpajakan Internasional

Latar Belakang Perpajakan Internasional


Perpajakan Internasional merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Adalah merupakan suatu tujuan ekonomi dalam negara untuk memajukan perdagangan di tiap dan antar negara serta  mendorong laju investasi. Dan setiap pemerintah suatu negara  berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan investasi dimana salah satunya adalah dengan melakukan penghindaran pajak berganda. Sehingga yang melatar belakangi suatu pajak internasional dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Indonesia adalah bagian dari dunia Internasional; dalam era globalisasi Indonesia perlu menjalin hubungan dengan negara lain, mengadakan transaksi-transaksi lintas batas yang saling menguntungkan dan mengizinkan entitas asing untuk melakukan kegiatan ekonomi dan memperoleh penghasilan di Indonesia.
2.      Penghasilan entitas asing di dalam negeri bisa menjadi sumber pendapatan pajak bagi Indonesia; Menurut benefit theory of taxation, pemajakan ini bisa dilakukan karena terdapat hubungan (economic attachment) antara Indonesia sebagai negara sumber (Source State)dengan aktivitas yang memberikan penghasilan tersebut.
3.      Penghasilan entitas asing di Indonesia bisa menjadi sumber pendapatan perpajakan bagi negara domisili entitas asing  tersebut; negara yang menjadi domisili entitas asing (residence state) juga berhak atas pajak penghasilan yang bersumber dari luar negaranya karena terdapat keterkaitan antara negara negara dengan subjek pajak dalam negerinya (personal attachment).
4.      Maka diperlukan adanya perjanjian perpajakan internasional yang mengatur pemajakan penghasilan entitas asing didalam negeri dan penghasilan entitas dalam negeri dari luar negeri; Yang bertujuan adalah untuk menghindari terjadinya pemajakan berganda yang memberatkan wajib pajak masing-masing negara.
Sehingga berbicara perpajakan internasional adalah  berbicara suatu permasalahan yang rumit dan complicated karena mencakup hak pemajakan (taxing right) suatu negara. Karena masing-masing negara sangat berkepentingan terhadap kebijakan perpajakan internasional yang baik yang dipilih oleh PBB maupun OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Hal ini disebabkan karena dalam menyusun Perjanjian Penghindaraan Pajak Berganda (Tax Treaty), maupun kebijakan Perpajakan Internasional dalam UU Domestik, ada 2 (dua) ‘kiblat’ yaitu :
§  United Nations (UN) Model
§  OECD Model
Negara-negara berkembang umumnya memilih untuk menggunakan model PBB karena model ini relatif memberikan hak pemajakan yang lebih luas pada Negara sumber. Sampai saat ini, pada umumnya Negara-negara Berkembang masih banyak yang masuk dalam kategori Negara pengimpor, baik barang maupun jasa. Impor jasa, menjadi masalah yang krusial, karena eksistensinya tidak senyata impor barang. Padahal, nilai impor jasa yang dilakukan Negara-negara berkembang, jumlahnya sangat signifikan. Karena itu, Negara-negara Berkembang sangat berkepentingan dengan pengertian Permanent Establishment Karena tanpa BUT, Negara berkembang yang mengimpor jasa, tidak mempunyai hak untuk memajaki penghasilan jasa yang diterima oleh Negara pengekspor jasa. Padahal penghasilan tersebut bersumber dari Negara berkembang yang mengimpor jasa tersebut.
RUANG LINGKUP PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Untuk memudahkan dalam pemahaman tentang pajak internasional khususnya  ditinjau dari Subjek dan Objek Pajak, maka  dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) pandangan yaitu :
1.      Taxing Inbound Income ; Pemajakan atas Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari luar negeri.
2.      Taxing Outbound Income ; Pemajakan atas Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang memperoleh penghasilan yang bersumber dari dalam negeri
Kita mengetahui bahwa negara memiliki kedaulatan untuk mengenakan pajak terhadap setiap penghasilan setiap individu dan terdapat “connecting factors” antara Negara dengan suatu transaksi/peristiwa ekonomi yang menimbulkan penghasilan. Dalam Undang- Undang pajak menerapkan dua prinsip berdasarkan “connecting factors” tersebut yaitu :
§  Residence Principle (Azas Residensi), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang (individu atau badan) karena terdapat personal attachment”, seperti: residensi, domisili, kewarganegaraan, tempat pendirian, tempat kedudukan manajemen. (Worldwide Income)
§  Source Principle (Azas Sumber), Hak Negara mengenakan pajak kepada seseorang (individu atau badan) karena terdapat“economic attachment” yaitu penghasilan yang bersumber di Negara tersebut.
Beberapa prinsip dalam perpajakan internasional yang salah satunya dikemukakan oleh Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional, yaitu :
1.      Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2.      Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimana pun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama dengan Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3.      National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Penyebab Terjadinya Pajak Berganda Internasional
Perpajakan berganda terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.
Bentrokan klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.
Upaya Penghindaran Pajak Berganda Internasional
§  Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi antara 2 negara tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya berhak memajaki penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak bergerak yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa tanpa BUT maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya boleh dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT. Untuk passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak memajaki namun terdapat pengurangan tarif.
§  Kredit Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas: Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk semua penghasilan.

Beberapa Permasalahan Dalam Perpajakan Internasional
1.      Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricingdicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
2.      Treaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.
3.      Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty

(Dikutip dan disarikan dari berbagai sumber diantaranya, Pajak Internasional oleh Prof Gunadi, catatan Danny Darusalam, dll… disalin kembali sebagai pembelajaran)


Senin, 11 April 2016

Secangkir Teh di Pagi Hari

Mata masih aja 5 watt makluma abisin long weekend. Jika tidak ingat ini hari senin dan aktifitas kerja saya dimulai pada pagi hari, rasanya saya akan tetap membiarkan mata saya sepanjang hari. Dengan langkah gontai, saya menyeret badan menuju kamar mandi. Hipotesis saya bahwa setelah mandi akan menghilangkan kantuk ternyata salah. Yah, mungkin baru sebagian pemberat itu yang luruh oleh air mandi. Namun sebagian lagi, rasanya sulit diusir.
Di dapur, saya lihat ibu sedang membuat sarapan. Nasi goreng Tapi ada yang lain pagi tadi. Wangi aroma teh yang harum. Secangkir the pans panas terhidang pula di meja. Sepertinya ibutahusaya sedang butuh penyemangat pagi itu.
Benar saja, usai menghabiskan sarapan, saya seruput sedikit-sedikit minuman berwarna coklat kebeningan itu. Tiap tegukannya terasa menguapkan lelah tak kasatmata dimata saya terasa ringan dan segar, saya berangkat kerja penuh dengan semangat
***
Sesampai ditempat kerja, ternyata dapat kabar kalau kreta api gagnguan sekitar 20 menit. Biasanya mood saya bisa berubah jelek karena kecewa harus menunggu lama. Tapi hari ini, suasana hati saya tetap ceria. Bahkan sesampai di rumah, saya langsung membantu ibu. Alih-alih hanya diam menunggu masakan ibu yg siap santap (yang biasanya sering saya lakukan), saya membantu menjemur pakaian yang sudah dicuci dan menyapu lantai rumah. Tumben saya jadi rajin? Ini pasti gara-gara secangkir teh pagi tadi.

Kamis, 07 April 2016

HUKUM PERDATA DAN PERDAGANGAN

 Hukum Perdata
 adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.

Hukum Perjanjian dan Hukum Dagang

HUKUM PERJANJIAN
·         Standar kontrak
1.      Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.
Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu      oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
1.      Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
-Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
– Subjek dan jangka waktu kontrak
-Lingkup kontrak
-Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
-Kewajiban dan tanggung jawab
        – Pembatalan kontrak
·         Macam-Macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian obligator ialah sebagai berikut:
1.      Perjanjian dengan cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
2.      Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata).
3.      Perjanjian dengan beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
4.      Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal balik.
5.      Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
6.      Perjanjian timbal balik ialah suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
7.      Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
8.      Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut.
9.      Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
10.  Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
1.      Perjanjian bernama, tidak bernama, dan campuran.
2.      Perjanjian bernama ialah suatu perjanjian dimana UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
3.      Perjanjian tidak bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus.
4.      Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.









·         Syarat-Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Menurut pasal 1320 KHUPer, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.      Cakap untuk membuat suatu pejanjian
3.      Mengenai suatu hal tertentu
4.      Sesuatu sebab yang halal
Dua syarat pertama dinamakan syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat terakhir disebut syarat objektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

·         Saat lahirnya perjanjian
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1331 (1) dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagaiundang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, apabila obyek hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum. Sehingga masing-masing pihak tidak mempunyai dasar penuntutan di hadapan hakim.
Akan tetapi, apabila hukum perjanjian tidak memenuhi unsur subjektif, misalnya salah satu pihak berada dalam pengawasan dan tekanan pihak tertentu, maka perjanjian ini dapat dibatalkan di hadapan hakim. Sehingga, perjanjian tersebut tidak akan mengikat kedua belah pihak. Hukum perjanjian ini akan berlaku apabila masing-masing pihak telah menyepakati isi perjanjian. Terdapat langkah pasti yang bisa mengatasi persoalan ini, yaitu pihak yang tidak melaksanakan perjanjian akan dimintai tanggung jawabnya sebagai pihak yang telah lalai atau bahkan melanggar perjanjian.
Pihak yang tidak melaksanakan perjanjian diberlakukan hal sebagai berikut :
–  Mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang satunya
–  Materi perjanjiannya dibatalkan oleh kedua belah pihak atau di hadapan hakim
– Mendapatkan peralihan resiko dan
– Membayar seluruh biaya perkara apabila pihak yang merasa dirugikan mengajukannya ke muka hakim.
·         Pembatalan Dan Pelaksaan Suatu Perjanjian
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat  perjanjian atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
– Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka  waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
– Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
– Terkait resolusi atau perintah pengadilan.
– Terlibat hokum.
– Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian.
Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian  itu mencapai tujuannya. Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Sumber

HUKUM DAGANG DAN BENTUK-BENTUK BADAN USAHA
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan. Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.
·         Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Menurut pendapat Prof. Subekti S.H. bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya Hukum Dagang tidaklah lain dari pada Hukum Perdata, dan perkataan dagang bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian ekonomi.
Menurut pendapat Prof. Sudiman Kartohadiprojo: KUHD merupakan suatu LEX SPECIALIS terhadap KUHS sebagai LEX GENERALIS. Maka sebagai Lex Specialis, kalau andaikata dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai hal yang dapat aturan pula dalam KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku. Adapun pendapat beberapa sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Van Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal khusus. KUHS memuat hukum perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit itu.
2.      Van Alpeldoorn menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan Hukum Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS.
3.      Sukardono menyatakan, bahwa pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata Umum….sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS”.
4.      Tirtamijaya menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang istimewa.
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengertian dari Hukum Perdata:
1.      Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
2.      Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3.      Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1)      Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2)      Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7)
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
·         Berlakunya Hukum Dagang
Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan perbuatan dagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian Perbuatan Dagang, dirubah menjadi perbuatan Perusahaan yang artinya menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
Para sarjana tidak satu pun memberikan pengertian tentang perusahaan, pengertian dapat dipahami dari pendapat antara lain :
1.      Menurut Hukum, Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencari keuntungan dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga kerja, yang dilakukan secara terus – menerus dan terang – terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan barang – barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
2.      Menurut Mahkamah Agung (Hoge Read), perusahaan adalah seseorang yang mempunyai perusahaan, jika secara teratur melakukan perbuatan – perbuatan yang bersangkutpaut dengan perniagaan dan perjanjian.
3.      Menurut Molengraff, mengartikan perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus – menerus, bertindakkeluar, untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan perjanjian – perjanjian perdagangan.
4.      Menurut Undang – undang Nomor 3 Tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.


                                       KASUS : PATEN
Ketidak tahuan Masyarakat Tentang Paten Berujung Vonis
pikiran-rakyat.com
SOREANG, (PRLM).- Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Bambang Budi Rahardjo, meminta para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) agar berhati-hati dalam membuat suatu produk, terutama produk yang memiliki hak paten .
Hal itu berkaca pada permasalahan yang dihadapi FSB, tukang sablon yang divonis 1,4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Bale Bandung (PNBB) karena dianggap telah turut serta dalam pemalsuan merek kaos Cressida.
“Kita minta kepada pelaku UMKM agar berhati-hati dalam membuat suatu barang yang sekiranya itu meniru dari barang yang sudah ada dan memiliki hak paten . Jangan sampai ada pelaku usaha yang terjerat hukum akibat permasalahan seperti itu,” kata Budi Rahardjo kepada “PRLM”, di Gedung Juang, Kel. Baleendah, Kab. Bandung, Sabtu (30/4).
Untuk itu, ia menyarankan agar pelaku usaha menanyakan terlebih dahulu kepada pemesan apakah barang yang akan dibuat itu mengandung resiko atau tidak.”Para pelaku usaha juga bisa membaca surat kabar dan menonton televisi apakah produk yang akan dibuat itu akan menimbulkan masalah ke depannya atau tidak,” katanya.
Budi pun mengaku akan melakukan sosialisasi kepada para pelaku UMKM perihal hak paten dan hak konsumen agar mereka dapat mengerti dengan jelas apa yang terjadi di dunia usaha saat ini.
“Saya sangat menyayangkan kenapa pelaku usaha kecil bisa jadi korban karena dianggap turut serta dalam memalsukan suatu merek. Padahal, kata saya, dia tidak tahu apa-apa,” tuturnya.
Ia menilai, Kabupaten Bandung merupakan tempat potensial di mana para pelaku UMKM bisa mengembangkan usaha nya.”Kab. bandung itu sangat potensial dibidang perdagangan. Produk yang ada di pasaran Indonesia saat ini banyak yang produksi dari Kab. Bandung,” tambahnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan nota kesepakatan antara pelaku UMKM dengan para pengusaha agar terjadi simbiosis mutualisme di antara keduanya. Dan, menghindarkan pelaku UMKM dari perbuatan yang menjurus kepada pemalsuan merek.
Analisis :
Pada kasus diatas, diketahui permasalahan yang dihadapi FSB, tukang sablon yang divonis 1,4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Bale Bandung (PNBB) karena dianggap telah turut serta dalam pemalsuan merek kaos Cressida, dikarenakan memang ketidaktahuan FSB tentang pentingnya merek.
Setelah itu disarankan agar pelaku usaha menanyakan terlebih dahulu kepada pemesan apakah barang yang akan dibuat itu mengandung resiko atau tidak.
Karena banyaknya kasus pelanggaran paten karena rendahnya kesadaran masyarakat dan ketidaktahuan masyarakat maka  disarankan supaya akan melakukan sosialisasi kepada para pelaku UMKM perihal hak paten dan hak konsumen agar mereka dapat mengerti dengan jelas apa yang terjadi di dunia usaha saat ini.
Khususnya Bagi Pengusaha Sablon Ada Baiknya Sebelum Mengerjakan Pesanan Kaos Atau Celana Minta Ditunjukkan Bukti Daftar Merek / Hak Cipta / Patent Dari Pemesan Kaos Agar Terhindar Dari Kasus Yang Terjadi.
                                        KASUS MEREK
Baru 400 UMKM di Jateng Miliki Hak Merek Dagang
KOMPAS.com
SOLO, KOMPAS.com– Baru 400 dari total 3,6 juta unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai hak merek dagang. Rendahnya kesadaran mendaftarkan hak merek dagang disebabkan beberapa faktor, antara lain lamanya waktu pengurusan dan biaya.
Sebab, paling cepat 1,5 tahun sebuah UKM baru bisa mendapat merek dagang yang didaftarkan dengan biaya minimal Rp 900.000.
Ini diungkapkan Kepala Seksi Pemasaran dan Jaringan Usaha Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Tengah Sri Murti Eni di sela-sela sosialisasi hak merek dagang di Solo, Kamis (16/4). Menurut Sri Murti, memiliki hak merek dagang memberi keuntungan, baik dari segi ekonomi maupun perlindungan produk. Ia memberi contoh, sebuah UKM yang memproduksi bokor kuningan di Juwana, Pati, pernah kalah dalam klaim terhadap produsen serupa di Sumatera yang berproduksi belakangan namun lebih cepat dalam mendaftarkan merek dagang yang sama dengan merek yang dipakai produsen di Juwana.
“Kalau suatu saat ada produk tiruan, kita bisa mengklaim si peniru karena kita sudah punya merek dagangnya lebih dulu. Biasanya pengusaha baru mau mendaftarkan mereknya kalau sudah kena masalah,” kata Sri Murti.
Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Tengah tahun ini menganggarkan bantuan Rp 450.000 per UMKM untuk 20 UMKM yang ingin mendaftarkan merek dagangnya. Dinas akan melakukan seleksi ketat terhadap UMKM yang ingin difasilitasi pendaftaran merek dagangnya. Sebagian besar UMKM yang telah dibantu bergerak di bidang makanan dan minuman.
“Agar jangan sampai ketika sertifikat merek dagangnya sudah keluar, usahanya malah baru gulung tikar kena krisis, misalnya. Kami melihat daya tahan usaha yang akan kami bantu,” katanya.
Dinas Koperasi dan UMKM Kota Solo pada tahun 2008 juga menganggarkan bantuan serupa, namun hanya tiga UMKM yang mendaftar. Itu pun rontok di tengah jalan saat harus merevisi namanya karena sudah digunakan pihak lain.
“Karena itu, tahun ini kami tidak menganggarkan lagi. Kami alihkan untuk sosialisasi meningkatkan kesadaran merek dagang,” kata Kepala Dinkop dan UMKM Kota Solo Febria Roekmi Evy.
Salah satu pengusaha, Dedy Rustiono, yang telah mempunyai tiga merek dagang mengatakan, memiliki merek dagang sangat diperlukan terutama menghadapi pasar bebas. Terakhir, ia mendapatkan merek dagang untuk perusahaannya yang memproduksi alat-alat pertanian yang baru. Merek itu baru diperoleh setelah empat tahun didaftarkan.
Merek dagang bisa diwariskan dan bisa menjadi kebanggaan nasional. Ini tidak persis analogi, tetapi jangan sampai kasus nama tempe dan batik yang diklaim negara lain terulang lagi,” kata Dedy.
Analisis :
Kesadaran masyarakat atas pentingnya pendaftaran merek diIndonesia masih rendah, dapat diketahui dari contoh diatas setelah itu kalau suatu saat ada produk tiruan, kita bisa mengklaim si peniru karena kita sudah punya merek dagangnya lebih dulu. Biasanya pengusaha baru mau mendaftarkan mereknya kalau sudah kena masalah. Padahal pendaftaran merek digunakan untuk mencegah terjadinya kasus peniruan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sebelumnya.
Menurut Sri Murti, memiliki hak merek dagang memberi keuntungan, baik dari segi ekonomi maupun perlindungan produk. Ia memberi contoh, sebuah UKM yang memproduksi bokor kuningan di Juwana, Pati, pernah kalah dalam klaim terhadap produsen serupa di Sumatera yang berproduksi belakangan namun lebih cepat dalam mendaftarkan merek dagang yang sama dengan merek yang dipakai produsen di Juwana. Rendahnya kesadaran mendaftarkan hak merek dagang disebabkan beberapa faktor, antara lain lamanya waktu pengurusan dan biaya.
Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Tengah tahun ini menganggarkan bantuan Rp 450.000 per UMKM untuk 20 UMKM yang ingin mendaftarkan merek dagangnya merupakan hal yang baik serta mendukung kreatifitas masyarakat untuk dapat diakui dan mencegah adanya tindakan peniruan yang berujung pada kasus. Hal ini juga meringankan untuk kalangan rendah yang mempunyai potensi namun berkehidupan kurang berkecukupan.